Todi mungkin adalah seorang pathetic introvert luar biasa yang hanya bisa membagi kisah kesehariannya yang penuh kegelisahan dengan tape recorder kesayangannya dan meratapi nasibnya dengan menghabiskan waktu semalaman untuk melamun. Dalam perjalanan kasih rindu dia dengan tape recorder butut dan setumpuk pekerjaan mengantar bunga (dan bernyanyi dengan sangat fals) yang membuat sifat introvert dia menjadi sedikit berkembang di kesehariannya, Todi, bertemu dengan seorang yang bisa memikat hatinya dan memberikan dia sebuah harapan baru tentang kehidupan yang lebih cerah. Kayla seorang gadis misterius dengan berjuta fans yang siap membayar berapapun demi mengirimkan bunga adalah harapan baru seorang Todi. Yap, dan voila! Todi pun memulai kisah percintaannya dengan seorang Kayla. Namun ternyata bahtera percitaan antara Todi dan Kayla tidak seindah mimpi Maha-brahma. Lalu apa yang terjadi? Segera click disini untuk melihat keseluruhan isi film:
Di review ini mungkin saya akan sedikit lancang dengan spoiler, jadi bagi kalian para spoiler-alert-population, kalian bisa skip membaca ini, atau click link diatas untuk menonton film ini terlebih dahulu.
Dalam film pendek ini sisi peran yin yang dalam relationship antara si introvert emo-minded dan replika Flavor Flav benar - benar divisualisasikan dengan sangat yakin. Memang tidak menghadirkan banyak (bahkan terbilang sangat sedikit) darah, gore-scene, atau bahkan scare tactics yang bisa membuat kita semua disini terperangah. Tetapi tenang, twist yang ditawarkan di film pendek karya Elvira Kusno dan Ian Salim ini cukup memberikan angin segar bagi para penikmat film di Indonesia dan muncratan darah segar bagi para fanatik genre spesifik (meskipun mungkin film ini bisa dibilang terlalu soft buat para fanboy). Sinematografi yang artsy dan sedikit shoot - shoot has art-house juga mewarnai sederetan kegemilangan film ini, juga scoring-nya yang cukup thrilling dan deretan sound yang rapih tertata. Sayangnya film ini mempunyai cast dengan kualitas akting yang datar. Todi terlalu terkesan kaku, sehingga membuat segala macam monolog dia terdengar seperti seorang yang sedang menghafalkan script. Tapi hey! Dia kan orang yang sangat introvert dan hal itu memberikan excuse plus plos untuknya. Sedangkan saya tidak bisa melihat seorang Kayla sebagai the true evil (maaf spoiler). Kesan evilish-innocent-juvenile-girl yang memang tidak muncul dari raut wajahnya membuat saya agak sedikit menyayangkan ketika pemutaran 3 menit terahir film ini, juga aksen dan artikulasi bahasa Indonesia-nya yang terlalu snoozy membuat saya sedikit terganggu.
Overall, film ini membuat malam saya menjadi cukup bahagia dan berhasil memutarnya untuk ke 3 kalinya. Terlepas dari akting Kayla yang amat disayangkan.
7,5/10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar